LPSK menolak memberikan perlindungan Agnes Gracia alias AG, pacar Mario Dandy Satriyo terkait kasus penganiayaan terhadap remaja bernama David Ozora.
Pengacara keluarga Agnes, Mangatta Toding Allo turut mengomentari soal LPSK yang resmi menolak permohonan perlindungan bagi gadis belia yang berusia 15 tahun itu.
Terkait hal itu, Mangatta menyindir sikap LPSK yang dianggap tebang pilih untuk memberikan perlindungan. Bahkan, Mangatta menyinggung soal beking penuh yang diberikan LSPK kepada seorang yang sudah berstatus sebagai terdakwa di kasus lain.
Namun, Mangatta tidak menjelaskan secara detil siapa terdakwa kasus lain yang dilindungi LSPK.
Baca Juga:Pria di Banjarbaru Meninggal Dunia Usai Disuruh Polisi Dorong Motor 7 Kilometer
Diketahui LPSK sempat memberikan perlindungan terhadap Richard Eliezer alias Bharada E yang menjadi eksekutor kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir J alias Yosua. Namun, LPSK kini mencabut perlindungan terhadap Richard gegara diwawancara salah satu stasiun TV.
"Permohonan kami sudah ajukan sejak Anak AG masih berstatus saksi. Kami tidak diberikan alasan apa penolakannya, kalau dibilang bukan saksi atau korban, terdakwa pun didampingi sama mereka di kasus lain," kata Mangatta seperti dikutip dari Suara.com, Rabu (15/3).
Mangatta turut mengomentari mengenai rekomendasi yang dikirimkan oleh LPSK kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA). Sebab, menurutnya Kemen PPPA sudah lebih dulu mendampingi AGH.
"Sisi lain, kalau LPSK beri rekomendasi ke Kemen PPPA kami rasa tidak perlu. Karena KemenPPPA sudah lebih dahulu hadir dan mendampingi Anak AG sebelumnya," jelas Mangatta.
Sebelumnya, LPSK menolak memberikan perlindungan kepada Agnes karena dianggap memenuhi persyaratan sebagai saksi atau korban.
Baca Juga:Tamara Bleszynski Kecewa Sang Kakak Absen Lagi di Sidang: Astagfirullah, Saya Dipermainkan!
"Penolakan itu diputuskan dalam sidang Mahkamah Pimpinan LPSK," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo seperti dikutip dari Antara, Selasa.
Hasto menyebutkan permohonan itu ditolak karena tidak memenuhi syarat perlindungan yang diatur dalam Pasal 28 (1) huruf a dan huruf d. Pasal tersebut mengatur tentang syarat formil perlindungan terhadap saksi dan/atau korban.
Hasto menjelaskan Pasal 28 (1) huruf a mengatur tentang sifat pentingnya keterangan saksi dan/atau korban, serta huruf d terkait rekam jejak tindak pidana yang pernah dilakukan saksi dan/atau korban.
"Status hukum pemohon (AG) sebagai anak yang berkonflik dengan hukum tidak termasuk ke dalam subjek perlindungan LPSK yang diatur dalam Pasal 5 (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014," katanya.
Namun, sidang Mahkamah Pimpinan LPSK merekomendasikan kepada Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) dengan tembusan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Rekomendasi itu dikeluarkan agar kedua pihak bisa mendampingi AG dan memastikan hak-hak AG dalam proses peradilan pidana sebagai anak yang berhadapan dengan hukum bisa terpenuhi.
Khususnya, sambung dia, pemohon sebagai anak berkonflik dengan hukum sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Berbeda dengan permohonan perlindungan AG yang ditolak LPSK, lembaga itu menerima permohonan perlindungan untuk dua orang saksi yaitu R dan N. Diterimanya permohonan perlindungan terhadap keduanya dengan pertimbangan memenuhi syarat sesuai Pasal 28 (1).
"Dan, perkara ini (tindak pidana penganiayaan berat) merupakan tindak pidana tertentu sebagaimana diatur dalam UU 31 Tahun 2014," jelas dia.
Adapun jenis perlindungan yang diberikan kepada R, berupa pemenuhan hak prosedural. Sedangkan terhadap pemohon N, jenis perlindungan yang diputuskan adalah pemenuhan hak prosedural dan rehabilitasi psikologis.